HOAX ANCAMAN HARMONI BANGSA

17 May 2017 - 08:05
(Oleh: DR. Dra. Benedicta J. Mokalu, MSi / Sosiolog Unsrat)

(Oleh: DR. Dra. Benedicta J. Mokalu, MSi / Sosiolog Unsrat)

Sebuah diskusi penuh semangat bersama Jemaat Advent Hari Ketujuh Teling Atas di Teresia Residens pada hari Sabtu,15 Mei 207. Jemaat yang hadir sekitar 100 –an orang,terdiri dari anak-anak muda dan orang tua. Di tengah hujan rintik-rintik tidak mengurangi antuasiame Jemaat untuk bersama-sama membuka aib hoax ini.  Adapun empat masalah yang didisikusikan: (1) Apa yang anda ketahui tentang Hoax? (2) Mengapa masyarakat kita suka Hoax? (3) Bagaimana sebaiknya mencegah Hoax? (4)Hoax  mengancam toleransi keberagaman bangsa. Bagaimana menurut anda?
Diskusi ini diawali prolog awal tentang hoax dan masalahnya. Realitas bahwa kehadiran media sosial sebagai wadah berbincang dan bertukar informasi antara satu dengan yang lain diharapkan memberi dampak positif. Sayangnya, media sosial juga menjadi arena bagi penyampaian opini, ujaran penuh kebencian (hate speech), dan berita-berita palsu (hoax). Bagaimanapun, penggunaan media sosial sebagai media informasi tentu perlu tetap memperhatikan tata nilai dalam berkomunikasi.
Hoax berasal dari kata “hocus pocus,” bahasa latin “hoc est corpus” yang artinya “ini adalah tubuh”. Kata ini awalnya digunakan oleh penyihir untuk mengklaim kebenaran, padahal sebenarnya mereka sedang berdusta. Hocus digunakan untuk menipu yang digunakan untuk sihir atau mantra para penyihir dan pesulap jaman dahulu. Kata “hoax” sendiri didefinisikan sebagai tipuan berasal dari Thomas Ady dalam bukunya candle in the dark (tahun 1656) atau risalah sifat sihir dan penyihir.
Hoax mulai populer pada abad ke-20, melalui perkembangan internet. Pada awalnya Satir Art Hoax, lalu berubah menjadi Satir Hoax, kemudian kian keluar dari jalur menjadi Satir dan/atau Hoax. Jadi, jika merunut pada perjalanan sejarah, definisi hoax tidak sempit hanya berkutat pada masalah ” berita palsu”. Hoax mencakup suatu perbuatan yang bertujuan untuk menipu/membohongi orang lain dengan cara memanipulasi, mengakali, ataupun menutupi fakta yang sebenarnya.
Waktu untuk diskusi kelompok hanya 15 menit dan setiap kelompok diwakili satu pembicara untuk pemaparan hasil diskusi. Semua peserta diberi kebebasan untuk berikan tanggapan,kritikan terhadap jawaban kelompok lain atau melengkapi jawaban kelompok. Inti sari jawaban kelompok atas keempat pertanyaan, dipaparkan berikut ini.
1)    Apa yang anda ketahui tentang Hoax? Semua peserta sepakat bahwa hoax adalah berita bohong atau ceritera bohong,kata-kata bohong atau berbohong. Berbohong merupakan salah satu kelemahan kodrati manusia,seperti kejadian Adam dan Hawa. Berbohong sering terjadi dalam keluarga,di tempat kerja,kelompok agama,politik, serta semua sendi kehidupan. Biasanya orang berbohong untuk rupa-rupa tujuan. Misalnya: Orang tua berbohong kepada anak-anak, anak-anak berbohong kepada orang tua,guru-guru berbohong kepada siswa dan sebaliknya para siswa berbohong terhadap guru-gurunya,dllnya. Singkat kata,sepanjang hidup manusia pasti pernah berbohong.
2)    Mengapa masyarakat kita suka Hoax? Untuk diketahui, ada gejala umum bahwa orang yang suka berbohong atau suka dibohongi karena orang tersebut sedang sakit mental atau sedang dalam proses penemuan identitas diri. Orang atau masyarakat dalam proses penemuan identitas diri,biasanya lebih mudah terbakar amarah hanya dengan menggunakan isu-isu sesat dan provokasi. Maka, berbohong tergantung dari tujuan dan niat yang mau dicapai, dan pada dasarnya orang sudah punya niat jahat. Adapun beberapa alasan: Pertama, orang merasa bangga ketika berhasil memperdaya orang lain. Hal ini terjadi pada mereka yang punya gangguan mental atau bermasalah dengan kesehatan mental. Kedua,masyarakat kurang pengetahuan sehingga muda percaya terhadap informasi,tanpa selektif. Pola ini biasa digunakan oleh politisi kotor, dan tokoh-tokoh agama abal-abal untuk tujuan-tujuan terselubung dengan menyebarkan fitnah, dan permusuhan. Ketiga,pemerintah selalu terlambat mengantisipasi dan memberi sosialisasi yang benar kepada masyarakat. Masyarakat terlebih dahulu sudah termakan dengan semua berita bohong baru pemerintah bicara.
3)    Bagaimana sebaiknya mencegah Hoax di tengah masyarakat? Jika dibalik pertanyaan: “Apa yang sedang terjadi dengan masyarakat kita?” Jawaban singkat,bahwa masyarakat dan bangsa kita sedang sakit. Fenomena umum di Indonesia semarak sikap tidak saling percaya. Institusi negara sudah tidak berdaya oleh karena praktek manipulasi berjemaah bertumbuh subur ditengah gencarnya penangkapan pelaku suap. Banyak keluarga berantakan hanya karena SMS fiktif. Tokoh-tokoh agama hilang percaya diri mengikuti gerak jemaat, dan bahkan lebih ngeri lagi ketika politisi dan agamawan melakukan ‘kawin paksa’ untuk mencapai tujuan bersama dengan menggadaikan nama Tuhan. Ketika negara,masyarakat,politisi dan agamawan sudah terperangkap dalam permainan ‘petak umpet berbohong ria,’sesungguhnya tinggal  keluarga saja satu-satunya institusi yang tersisa menumbuhkan kembali kebiasaan jujur. Keluarga masih bisa dipercaya membumikan kembali semangat kejujuran,kecerdasan dengan menanamkan nilai-nilai kebajikan, sekalipun sebagian keluarga butuh penanganan khusus.
4)    Hoax  mengancam toleransi keberagaman bangsa. Bagaimana menurut anda? Sebagai bangsa plural merupakan tantangan serius. Ada banyak isu yang bisa dimainkan oleh orang-orang yang menghendaki bangsa ini hancur lebur. Dunia media sosial (dunia maya) tak bisa cuci tangan,harus bertanggungjawab kesemrawutan sosial ini. Demikian halnya setiap individu seharusnya lebih cerdas lagi dengan memperhatikan norma-norma sosial dalam menyampaikan pesan dan gagasan,di antaranya: tidak berisi tentang ancaman dan kekerasan, memperhatikan aturan-aturan tidak tertulis, prinsip saling menghargai, saling memanusiakan manusia, menjaga aib seseorang, serta tidak menyinggung hak-hak orang lain.
Hoax dapat mengancam harmoni bangsa. Negara menjamin kebebasan berekspresi bagi semua warga sesuai koridor hukum yang berlaku. Dunia media sosial mendapat peran sangat menentukan mau menghancurkan atau mau mencerdaskan warga bangsa. Untuk itu, kebebasan bermedia harus didukung oleh data dan fakta agar informasi yang disampaikan dapat mendidik dan memberikan pencerahan baru bagi seluruh warga bangsa.

Bagikan :

KOMENTAR