Inilah Fakta Hukum Penetapan Eks Kepala BP Migas Sebagai Tersangka

19 Jun 2015 - 17:06

 

victor

Tribratanews.com – Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigjen (Pol) Victor Edi Simanjuntak menjelaskan bahwa penetapan tersangka atas mantan Kepala BPK Migas, RP dalam kaitan dugaan terlibat dalam kasus korupsi penjualan kondensat didukung dengan alat bukti yang cukup.

Penjelasan Brigjen Victor Edi ini disampaikan menanggapi adanya pembelaan kepada media oleh tersangka RP, yang membantan penetapan status tersangka.

Seusai diperiksa di gedung Bareskrim Polri pada Kamis (2015-06-19) malam, tersangka RP membantah semua tuduhan polisi atas dirinya. Ia mengklaim tidak ada kesalahan prosedur pada penunjukan langsung PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) oleh Badan Pelaksana Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) untuk menjual kondensat bagian negara. Menurut tersangka RP, penunjukan langsung itu memiliki dasar hukum, yakni Keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 20 Tahun 2003.

“Ya, dia berkilah itu. Kasus ini jelas tindak pidana, bukan hanya kasus perdata,” ujar Brigjen Victor, Jumat (2015-06-19).

Brigjen Victor menyatakan bahwa kesalahan penunjukan langsung terletak pada ketidaklengkapan dokumen pendukung. Salah satunya adalah tidak adanya kontrak kerja antara BP Migas dan PT TPPI.

“Jika memang diminta ditunjuk langsung, apa dia (BP Migas) tidak membuat surat-surat pendukung? Misalnya persyaratan kontraktor, kontrak kerja, dan sebagainya. Tidak bisa begitu,” ujar Brigjen Victor.

Kepada media, tersangka RP juga membantah soal hasil penjualan kondensat oleh PT TPPI tidak dibayarkan kepada kas negara. Ia mengklaim bahwa total nilai penjualan kondensat PT TPPI dalam kurun waktu 2009 sampai 2011 sebanyak 2,7 miliar dollar AS. Dari jumlah itu, TPPI telah membayar USD 2,57 milyar atau lebih dari setengahnya ke kas negara. Artinya, tersisa sekitar USD 139 juta yang belum dibayarkan.

Tersangka RP menganggap sisa pembayaran itu bukan termasuk kerugian negara. Apalagi, pengadilan niaga telah memutuskan bahwa sisa pembayaran harus dilunasi oleh PT TPPI dalam jangka waktu 15 tahun. Oleh karena itu, ia menganggap kasus itu masuk ke ranah perdata, bukan pidana.

Brigjen Victor menyatakan bahwa hasil penjualan kondensat yang tidak dibayar oleh PT TPPI pada kas negara telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Ia berpendapat, hasil penjualan tidak dibayarkan secara langsung dan dibayar melalui skema cicilan merupakan modus korupsi.

“Apakah menghilangkan unsur pidana korupsinya? Tidak,” ujar Brigjen Victor.

Ia menyatakan bahwa apa yang telah menjadi putusan di pengadilan niaga tidak bisa mempengaruhi proses hukum di ranah pidana. Polisi mengklaim telah memiliki bukti kuat berupa aliran dana ke rekening pribadi sejumlah nama.

[red]

Bagikan :

KOMENTAR

Leave a Reply