Inilah Penjelasan Kapolri Tentang Surat Edaran Penanganan Ujaran Kebencian

06 Nov 2015 - 07:11

Tribratanewsjateng – Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Polisi Drs Badrodin Haiti menegaskan bahwa Surat Edaran Kapolri Nomor: SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian, sesungguhnya ditujukan untuk internal Polri.

Ini bukan perintah untuk penekan hukum. Tetapi lebih mengarah pada mengupayakan pencegahan.

Hal ini disampaikan Kapolri Jenderal Badrodin pada acara silaturahmi tentang penanganan ujaran kebencian atau hate speech di Gedung Rupatama Mabes Polri, Kamis (05-11-2015).

Dijelaskan oleh Kapolri, Surat Edaran iru adalah pemberitahuan mengenai tata cara yang berlaku atau ketentuan yang harus dilaksanakan (Vide pasal 12 ayat (1) perkap No 15 tahun 2007 tentang naskah dinas di lingkungan Polri).

Jadi, Surat Edaran ini bukan regulasi atau peraturan. Artinya, tidak memuat norma baru (pasal 8 UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

“Surat Edaran Kapolri ini hanya bersifat pemberitahuan mengenai ketentuan yang harus dilaksanakan dalam penanganan ujaran kebencian oleh alamat/adressat dari surat edaran tersebut. Yaitu distribusi A, B, C dan D Mabes Polri,” kata Kapolri.

Dijelaskan oleh Kapolri, penanganan Hate Speech telah lama didiskusikan dan atas dorongan sejumlah LSM pada tahun 2012. Waktu itu diadakan seminar tentang Hate Speech untuk menampung masukan dari pakar dan masyarakat.

Bahkan, Kompolnas sendiri telah melakukan lakukan penelitian di 4 kota besar di Indonesia (Bandung, Surabaya, Makasar dan Banten) tentang penanganan kasus terkait ujaran kebencian oleh aparat Polri di daerah.

Hasil dari penelitian tersebut, anggota Polri kurang memahami tentang ujaran kebencian, adanya kegamangan (keraguan) anggota Polri dalam menangani ujaran kebencian.

Dari situ, Kompolnas merekomendasikan pada Kapolri agar dibuat sesuatu produk naskah dinas tentang tatacara penanganan ujaran kebencian.

“Setelah dikaji, produk yang tepat adalah naskah dinas dalam bentukSsurat Edaran (bukan dalam bentuk peraturan ataupun keputusan), mengingat sifat dan tujuan SE untuk memberitahukan mengenai tatacara yang berlaku atau ketentuan yang harus dilaksanakan (perkap No 15 tahun 2007 tentang naskah dinas di lingkungan polri),” jelas Kapolri.

Bahwa, ujaran kebencian (Hate Speech) dapat dilakukan melalui berbagai media. Dalam orasi atau kegiatan kampanye, spanduk, banner, jejaringan media sosial, penyampaian pendapat di media umum (Demonstrasi), ceramah keagamaan, media massa cetak maupun elektronik dan pamflet.

Jadi Substansi dari SE No: SE /6/X/2015 adalah pemahaman umum dan bentuk-bentuk ujaran kebencian, serta penjelasan mengenai dampak negatif yang akan muncul apabila terjadi pembiaran terhadap dugaan atau terjadinya ujaran kebencian yang ditujukan pada suatu komunitas tertentu.

Hate Speech juga semakin mendapat perhatian masyarakat seiring dengan meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan HAM. “Perbuatan Hate Speech memiliki dampak yang merendahkan harkat martabat manusia dan kemanusiaan,” kata Kapolri.

Hate Speech juga bisa mendorong terjadinya kebencian kolektif pengucilan, diskriminasi, kekerasan dan bahkan pembantaian etnis atau bahkan genosida. “Masalah Hate Speech harus dapat ditangani dengan baik, karena dapat merongrong prinsip berbangsa dan bahkan bernegara Indonesia,” kata Kapolri.

Pemahaman dan pengetahuan atas bentuk-bentuk Hate Speech, merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh personil Polri. Sehingga dapat diambil tindakan pencegahan sedini mungkin, sebelum timbulnya tindak pidana akibat dari Hate Speech.

Jadi, norma-norma penegak hukum yang diberitahukan dalam SE dimaksud, diambil dari hukum positif di Indonesia, yaitu KUHP, UU No 11 tahun 2008, UU No 40 tahun 2008 serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik sosial.

“Bentuk ujaran kebencian yang diatur dalam KUHP dan UU lain di luar KUHP, meliputi penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, menyebar berita bohong,” kata Kapolri.

Ujaran kebencian ini, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komonitas, yang dibedakan berbagai aspek.

1. Suku, agama, aliran Keagamaan.

2. keyakinan/kepercayaan.

3. Ras, antar golongan, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel (cacat), orientasi seksual.

Bila tindakan preventif sudah dilakukan tidak menyelesaikan masalah, maka dilakukan penegakan hukum.

(Kemal Fasha)

Bagikan :

KOMENTAR

Leave a Reply