MEDSOS PELOPOR KEBANGKITAN NASIONAL

05 May 2017 - 08:05
(Oleh: DR. Dra. Benedicta J. Mokalu, MSi / Sosiolog Unsrat)

(Oleh: DR. Dra. Benedicta J. Mokalu, MSi / Sosiolog Unsrat)

Sikap kita sangat berbeda ketika berhadapan dengan sajian Rumah Makan dan sajian Medsos. Kita pasti tidak akan kembali untuk kedua kalinya ke rumah makan yang sama setelah mengetahui rumah makan tersebut kurang higienis dan suasana pelayanan kurang menyenangkan. Sebaliknya, sebagian dari kita lebih mengedepankan berita – berita panas,fulgar,sensasional, menampilkan orang-orang yang bicara dengan suara ‘penuh permusuhan,amarah dan benci,’serta ulasan yang menyuarakan untuk melakukan tindakan kekerasan. Contoh: Kita sangat antusias ketika diajak melakukan demo dengan alasan ketidakadilan,penistaan agama,menuntut hak,dllnya. Sebaliknya,semua rame-rame jadi penonton ketika terjadi musibah,hanya jadi penonton ketika menata dan bersih-bersih kampung,mau buang sampah di sungai karena ada petugas yang bersihkan sungai. Tetapi ketika terjadi banjir kita rame-rame menghujat pemerintah tidak peduli terhadap lingkungan tempat tinggal masyarakat kecil.
Sebagai bangsa sebenarnya akhir-akhir ini otak kita sudah jenuh dengan semua menu yang disajikan oleh semua medsos. Sekalipun harus diakui bahwa Medsos membungkus dengan sangat rapih semua menu (berita) yang disajikan dengan label terhangat dan terpercaya. Profesionalitas Medsos dalam mengemas dan menyajikan semua berita sehingga bagi mereka yang kebetulan  “otak jongkok,” sangat sulit bedakan semua berita ini sebagai fakta atau fiksi. Media elektronik dari pagi hingga pagi mengulas hal-hal yang sama,media tulis juga sama saja. Beberapa pengamat sepertinya sudah kehabisan akal sehat sehingga tidak punya gagasan segar dalam bentuk mengkritisi ataupun menawarkan solusi produktif.
Terlepas dari kekurangan dan kelebihan, sesungguhnya Medsos di negeri ini memiliki banyak peran yang sudah dimainkan selama ini,di antaranya:
1.    Media sebagai corong pencerahan agar semua warga bangsa ini mau terlibat langsung dalam proses pembangunan bangsa. Tidak boleh lagi terjadi kita hanya jadi penonton menyaksikan ‘tikus-tikus’ korupsi bergentayangan,kelompok-kelompok radikalis bertumbuh subur bagaikan jamur di musim hujan. Masyarakat adalah pengawas dari kesinambungan pembangunan bangsa,maka harus berani bersuara ketika menemukan semua potensi yang merugikan kelangsungan kebersamaan sebagai bangsa pluralistik. Kita mesti mulai sadar bahwa hampir semua sumber kekisruan yang terjadi akhir-akhir ini bersumber dari sikap kita juga. Sebagai masyarakat mayoritas lebih memilih diam ketimbang bersuara dan beraksi turun ke jalan. Adalah sangat keliru masyarakat mayoritas baru bereaksi setelah sendi-sendi kehidupan berbangsa ini dicabik-cabik oleh tangan-tangan jahil atas nama Tuhan. Benar, negara ini demokrasi, tetapi,bukan berarti menyerahkan saja bangsa yang besar ini kepada sekelompok orang yang tidak jelas ujung pangkalnya dan maunya. Kita tidak boleh menunggu baru beraksi setelah terjadi pertumpahan darah untuk kesekian kalinya harus terulang lagi.
2.    Media sebagai sarana edukasi membangun budaya kritis bagi masyarakat supaya boleh lebih cerdas dalam melestarikan semangat kebersamaan. Sebagian besar dari kita yang hidup pada jaman ini tidak mengalami langsung proses perjuangan yang sangat panjang,melelahkan dan berdarah-darah dari para pendahulu. Mereka yang langsung mengalami perjuangan pasti mengerti beratnya perjuangan kemerdekaan. Sebagian dari para pejuang yang masih hidup,pasti sedih  menyaksikan perilaku bodoh dari sebagian anak bangsa yang dengan sengaja melakukan kesalahan yang sama berulang kali,yakni mengobok-obok pluralisme bangsa. Sulit dibayangkan,pada masa reformasi di mana era menghisi kemerdekaan agar reformasi menjadi lebih berkualitas dan beradab,kita masih bergelut dengan isu-isu lama (kontra produktif).
Apapun alasan dan tujuan,rasanya  sudah kurang tepat kalau saat ini kita masih bergelut dengan masalah toleransi dan intoleransi. Untuk itu,semua warga bangsa harus berani mangatakan sikap bahwa sudah bukan waktunya lagi menggantikan dasar negara Pancasila dan UUD 45 dengan Syariah Islam, melestarikan polemic suku mayoritas atau suku minoritas,agama mayoritas dan agama minoritas, daerah sarang dari agama mayoritas maka pejabat harus seagama serta isu-isu identitas lainnya. Kalau isu-isu seperti ini masih saja dihembus maka ini benar-benar konyol,keterlaluan karena kita digiring kembali ke era perjuangan 1928. “Masa negara harus tunduk pada sekelompok kecil orang yang punya hoby menghembuskan isu-isu murahan.” Di satu sisi mereka mau kembali ke masa lalu,tetapi pada waktu bersamaan  menolak semua keputusan masa lalu. Pola pikir seperti ini hanya dilakukan oleh orang-orang  sakit pikiran dan munafik. “Kami yakin tak ada orang yang mengaku dirinya sangat ber-agama dan sangat ber-iman mengalami gangguan mental dan dihantui virus munafik.” Benar-benar aneh kalau mayoritas warga bangsa ini harus mengikuti mereka yang nyata-nyata sakit pikir (sakit mental). Masa kita tidak pernah mau maju ke depan, dan harus berputar-putar di tempat saja sambil menunggu momentum untuk kembali lagi ke belakang. Sementara di depan mata banyak bangsa sudah bergerak jauh lebih maju,jauh lebih beradab,jauh lebik makmur.
Hari Kebangkitan nasional 20 Mei 2017,adalah momentum emas bagi kita yang hidup di jaman reformasi ini. Apapun keadaan dan alasan sebenarnya semua perdebatan masalah bangsa ini sudah selesai. Saat ini adalah waktu yang paling tepat mengisi cita-cita luhur perjuangan proklamasi 45 dan mensiasati agar  reformasi lebih berkualitas. Konsekwensi logis, di antaranya sudah kurang tepat menggunakan UU atau aturan yang bermuatan bias dan multi tafsir,yang berpotensi disintegrasi bangsa. Medsos tak boleh lelah membangunkan jiwa bangsa agar pintar dan cerdas, karena masih cukup banyak di antara kita belum cukup pintar dan cerdas,belum cukup peka,mati rasa, berpura-pura tidak mau sadar. Hanya orang-orang cerdas memiliki kemampuan mengenal,mampu membedakan salah dan benar,mampu menolak semua ajakan yang bertentangan dengan hukum negara,memiliki daya tangkal sehingga tidak muda terjerat terhadap semua tawaran sesat dalam rupa-rupa bentuk.

Bagikan :

KOMENTAR