SOLIDARITAS SOSIAL

10 May 2017 - 09:05
(Oleh: DR. Dra. Benedicta J. Mokalu, MSi / Sosiolog Unsrat)

(Oleh: DR. Dra. Benedicta J. Mokalu, MSi / Sosiolog Unsrat)

Dalam berbagai peristiwa kerusuhan masa di belahan bumi manapun sering jadi sasaran adalah obyek berupa bangunan,kendaraan yang mewakili milik orang-orang kaya. Seperti ada stigma bahwa tidak ada jalan tengah untuk menyelesaikan semua masalah salahpaham yang terjadi,karena paham yang salah sesungguhnya tidak pernah nyata ada.
Kalau alasan kemiskinan sehingga orang atau sekelompok orang miskin mau melakukan perusakan milik orang kaya, rasanya terlalu berlebihan. Buktinya,tidak semua orang miskin punya jiwa merusak. Selebihnya,kalau saja kita masih ada nilai jujur maka harus mengakui bahwa tidak pernah ada sebuah kerusuhan masa terjadi dengan tiba-tiba,tanpa dimobilisasi atau digerakan oleh mereka yang punya uang banyak. Contoh: para pendemo. Adalah aneh orang tinggalkan kerja sehari mau demo sepanjang hari untuk tujuan yang kurang jelas. Bahkan orang itu mau berjalan kaki puluhan kilo sambil berteriak sepanjang hari sementara tidak punya uang mau beli air minum, makanan, rokok,transportasi. Jadi,berdasarkan semua fakta yang sudah terang benderang di depan mata,maka kita belum terlambat untuk bertobat. Minimal mau belajar untuk merasa malu dan mau tinggalkan kebiasaan mau berdusta,dalam segala hal.
Sekarang adalah waktu yang paling tepat bagi kita semua untuk pastikan tidak akan mewariskan kebiasaan dusta kepada anak cucu,dengan melakukan hal-hal berikut:
1.    Pastikan bahwa anda sehat pikir dan sehat mental. Hanya orang-orang pengecut dan sakit jiwa yang mau melakukan hal-hal bodoh dengan merusak harta benda milik orang lain. Tindakan merusak tersebut tidak hanya merugikan orang lain tetapi jauh lebih parah adalah merusak tatanan sosial yang jauh lebih mahal harganya. Sebuah bangunan mewah bisa saja dirobohkan dalam waktu seketika,tetapi efek yang ditimbulkan dari tindakan perusakan tersebut telah mencoreng rasa saling menghargai,rasa saling melindungi,rasa aman dan nyaman dalam hidup bersama diganti  dengan rasa benci,rasa trauma berkepanjangan.
Pelaku perusakan lebih tepat adalah  orang-orang atau sekelompok orang pemalas yang sepanjang hidupnya bukan mau berjuang tetapi lebih memilih hanya mau bermimpi di siang bolong. Jadi,perusak diidentikan dengan ketidakmampuan mengolah stress secara berlebihan dengan menumpahkan kepada pihak lain.
2.    Kesadaran bahwa keberhasilan merupakan buah dari perjuangan dan pengorbanan yang tak kenal lelah. Orang-orang yang masih sehat pikiran dan sehat jiwa pasti selalu mawas diri dan pastikan bahwa semua tindakannya berbuah manis bagi diri sendiri juga lingkungan sosial. Tuhan saja tidak akan pernah mengubah nasib seseorang kalau orang tersebut tidak mau berusaha dengan sangat sungguh-sungguh. Jelas,Tuhan sudah lengkapi setiap manusia dengan jutaan kemampuan untuk mengolah alam ini untuk kesejahteraan dan suka cita dirinya dan alam sekitarnya sebagai bukti memuliakan Tuhan.
3.    Jadilah diri kita berguna bagi orang lain. Mau memberi dan mau berbagi apa yang kita miliki kepada sesama bukan hanya ketika dilipahi rejeki atau ketika perayaan hari-hari besar keagamaan,tetapi sepanjang nafas masih mengalir dan hendaknya dimulai dari hal-hal kecil. Contoh: sekelompok ibu-ibu di Kelurahan Tanjung Merah mau berbagi dengan teman-teman lain membuat bunga dari plastik. Dari nilai ekonomi belum terlihat,tetapi hal lain yang jauh lebih berharga bahwa ada kebersamaan,ada kedekatan, ada berbagai. Kalau saja kebiasaan-kebiasaan baik ini terus digulirkan dengan melibatkan lebih banyak orang,niscaya banyak hal bisa diselesaikan dengan hati di tengah masyarakat. Pasti bertumbuh rasa saling memiliki,rasa tanggungjawab untuk saling melindungi, dan terutama orang diajak untuk tidak hanya pentingkan diri sendiri tetapi juga mau perhatikan sesama terdekat yang mungkin saja butuh uluran tangan tetpi mereka malu bicara terus terang (kepekaan sosial).
Menyikapi eneka ragam persepsi,karakter,perilaku manusia dalam menghadapi realitas sosial maka sebuah nasihat sederhana dari Emile Durkheim rasanya sangat pantas jadi permenungan kita semua. Bahwa dalam masyarakat pada umumnya setiap manusia memiliki cara bertindak tidak sama. Hal ini merupakan bentuk ekspetasi terhadap lingkungan sosial,karakter diri serta manifestasi-manifestasi yang berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian setiap manusia. Kelakuan orang pribadi juga kelompok di tengah masyarakat tak bisa dipisahkan dari ‘pembagian kerja’sebagai salah satu syarat dalam kehidupan masyarakat modern. Pembagian kerja sebagai salah satu sumber terpenting dalam solidaritas sosial karena pada dasarnya manusia hidup saling bergantung sehingga perlu adanya aturan-aturan jelas yang mengatur hubungan masyarakat.

Bagikan :

KOMENTAR